Rabu, 29 April 2009

BANK [4] THE POOR


Tulisan ini tertuang diblog simple ini karena bentuk keinginan saya untuk berbagi dengan teman-teman tentang sebuah buku yang sempat dibaca hasil buah pikiran Rhenald Kasali,Ph.D tentang RE-CODE your change DNA.
Pada halaman 94 buku itu terurai singkat kisah Muhammad Yunus Ph.D seorang bankir Bangladesh, pakar ekonomi , dan dikenal sebagai penggerak mikro kredit, pada tahun 1974 beliau yang lulusan salah satu Universitas terkemuka di Amerika Serikat melakukan kunjungan lapangan ke Jobra sebuah desa di Bangladesh. Apa yang dilihatnya secara riil disana hari itu telah menimbulkan pengaruh yang sangat besar bagi hidup professor itu dikemudian hari dan pengaruh yang sangat besar pula bagi kehidupan jutaan orang miskin diseluruh dunia.
Saat kunjungan itu ia menemui seorang wanita muda berusia 21 tahun yang sedang membuat kursi dari bambo. Dia sungguh miskin membuat ruang lingkupnya sangat terbatas. Ia bersandar pada dinding tanah untuk menyelesaikan kerjanya. Berapa untungnya yang ia peroleh untuk membuat satu buah kursi bambu itu? Hanya dua cent!! Uang sebesar ini tentu tidak seberapa untuk hidup sekeluarga, bahkan untuk seorang diri sekalipun. Kalau untuk makan saja tidak cukup, bagaimana untuk membeli pakaian, rumah, atau membayar uang sekolah untuk tiga orang anak yang menjadi tanggungannya?
“Betapa malunya saya terhadap diri sendiri. Mereka telah terperangkap pada kemiskinan padahal yang mereka perlukan tidak seberapa dan saya sendiri mampu membantunya,” ujar professor itu.
Dalam bukunya yang berjudul Bank For The Poor, professor itu bercerita beberapa hari kemudian ia datang kembali dengan ditemani seorang mahasiswanya. Disitu ia menjadi sadar bahwa mereka membutuhkan modal yang jumlahnya tidak seberapa.
Karena mereka tak punya jaminan, maka akses ke dunia perbankan tertutup. Maka wajarlah, mereka menjadi sasaran empuk para tengkulak dan rentenir. Mereka harus membayar biaya yang tinggi, tetapi setiap saat mereka membutuhkan, mereka bisa mendapatkannya. Begitu cepat dan mudah, konsekwensinya mereka harus menyerahkan produknya kepada tengkulak itu dengan harga yang rendah. Mereka terjerat kedalam lingkaran setan kemiskinan. Apa yang mereka butuhkan adalah pinjaman tanpa jaminan dengan bunga dan cicilan yang rendah.
Mahasiswa sang professor menghitung berapa jumlah orang yang membutuhkan bantuan pinjaman, wanita yang tadi hanya membutuhkan 22 cents. Sedangkan yang lain membutuhkan kurang lebih sama, ada 42 orang dan total modal yang diperlukan hanya 856 taka (mata uang Bangladesh) atau kurang dari US$27. “Saya tidak memerlukan pemerintah untuk membantu mereka,”ujar professor.
Cerita ini adalah fakta yang menjadi cikal bakal berdirinya Grameen Bank, yaitu bank untuk masyarakat tidak mampu yang memberikan pinjaman tanpa jaminan (collateral). Sebuah sasaran yang dianggap mustahil oleh pemerintah maupun perbankan. Dan Muhammad Yunus, professor tadi adalah pendiri Grameen Bank (berdiri tahun 1976) telah merubahnya.
Bagaimana bisa melihat Kaum Miskin itu sebagai Pasar Aktif?
Kejadian di Jobra tadi menyadarkan professor akan adanya kebutuhan dan bagi ekonom kebutuhan adalah pasar. Pertanyaannya bagaimana merubah kebutuhan menjadi pasar? Sebagian orang tidak melihat pasar ini dan mereka yang melihat sekalipun, tidak mempercayainya. Mereka tidak percaya apa yang dilakukan adalah hal yang benar.
Kalau ditanyakan kepada ekonom mereka akan mengatakan dengan seragam perlunya atau dibutuhkannya peran pemerintah. Bentuknya bisa bantuan, bisa juga kredit mikro. Tetapi lihatlah apa yang akan terjadi dikala bantuan/pinjaman diberikan? Tiba-tiba saja ribuan, bahkan jutaan orang merasa dirinya miskin dan berhak memperolehnya.
“Mereka tidak membutuhkan bantuan pemerintah. Mereka juga tidak butuh pelatihan survival. Mereka tahu persis bagaimana untuk survive. Dari pengalaman kami, dimana-mana diseluruh dunia keterlibatan pemerintah dalam pemberian kredit, apakah kredit mikro ataupun lainnya, tidak berhasil,” ujar Muhammad Yunus. Mereka tidak memerlukan modal dalam jumlah yang besar, tetapi sistem perbankan yang ada tidak memungkinkan mereka untuk memperoleh pinjaman. Maka ekstrimnya adalah jika pemerintah terlibat, hampir pasti sistem ini terpolitisasi.
“Kredit dan pemerintah tidak mempunyai kemistri. Pemerintah harus mengambil jarak terhadap mikro kredit,” katanya lagi.
Lantas bagaimana pasar ini ditumbuhkan?
“Kemiskinan,” adalah ….seperti pohon bonsai. Ia tumbuh kerdil karena akarnya hidup dalam wadah yang terbatas. Akarnya tak cukup kuat untuk mencari makan kemana-mana karena ia dibatasi. Anda bisa saja tumbuh menjadi besar seperti raksasa, tetapi anda tidak pernah menemukan caranya”. Caranya itu akhirnya ditemukan oleh Muhammad Yunus yaitu kaum miskin harus diubah, dari orang kampong biasa, dari orang miskin biasa menjadi seoran wirausaha. Mereka perlu diberi wadah yang lebih besar agar akarnya bisa keluar mencari makan sendiri kemana-mana.
Grameen Bank adalah bank bagi kaum miskin (bank for the poor) di Bangladesh, Grameen berarti Desa atau kampung. Untuk memperoleh pinjaman dari Grameen harus mentaati sejumlah aturan. Grameen hanya memberikan kredit atau pinjaman kepada perorangan/individual yang membentuk kelompok berjumlah 5 orang. Gagasannya adalah memberi tekanan kelompok agar anggota-anggota menjadi lebih bertanggungjawab untuk mengembalikan pinjaman. Cara ini dikenal sebagai sistem “group solidaritas”, dimana setiap anggota kelompok kecil ini bertindak sebagai rekan penjamin pembayaran dan mendukung usaha satu sama lain. Segera setelah pinjaman diterima mereka sudah harus bekerja, berusaha dan mulai mencicil pada dua minggu berikutnya.
Tidak diduga ternyata kaum miskin merespons begitu positif. Mereka percaya inilah jalan keluar, inilah kebebasan yang selama ini digarap oleh kaum rentenir. Hingga tahun 2004 Grameen Bank telah menyalurkan pinjaman mikro sebesar US$4,5 miliar, dengan Recovery Rate sebesar 99%. Lebih dari 3 juta orang telah menjadi nasabah. Stephen Covey, dalam bukunya yang berjudul “The 8th Habit”, mencatat Grameen Bank telah beroperasi dilebih dari 46.000 desa di Bangladesh dan mempekerjakan sekitar 12.000 orang karyawan.
Kata kunci dari Muhammad Yunus adalah untuk membebaskan kaum miskin dengan memberi bantuan tanpa upaya menjadikan mereka sebagai pelaku usaha yang aktif, bukanlah suatu pilihan yang bijak.
Pada awal tahun 2004 Grameen Bank membidik sasarannya yaitu pengemis untuk menjadi nasabahnya. Tak diduga dalam tempo 4 bulan, sudah 8.000 pengemis menjadi nasabahnya. Mereka menjual apa saja. Karena itulah, maka dibulan April target yang semula hanya 10.000 nasabah diakhir tahun dikoreksi menjadi 25.000 nasabah pengemis.
Seperti yang ditulis oleh Mukul Pandya dan Robbie Sheel (2005), Yunus melihat bahwa pengemis yang berhasil berwirausaha akan memasuki cara berpikir baru. Mereka akan dengan sendirinya membuang mangkuk-mangkuk kaleng yang menandai profesi lama mereka. Mereka menjadi wirausahawan, selanjutnya mereka akan membutuhkan atap untuk berteduh dan menjadi pemilik warung. Dapat diramalkan kebutuhan apa yang akan muncul : rumah, uang sekolah, modal kerja dan sebagainya. Kalau saat menjadi pengemis kreditnya bebas bunga, maka tahapan selanjutnya mereka harus membayar bunganya.
Melakukan hal seperti itu bagi orang-orang tertentu tampaknya mudah, Tapi, bagi yang lainnya ternyata belum tentu. Sebagian besar orang yang tak dapat melihat peluang perubahan ini justru menghalanginya dengan mengatakan tidak mungkin, tidak bisa, gila!!, aneh!!, tidak akan berhasil dan sebagainya. Tetapi begitu anda berhasil, yang lain akan mengatakan bahwa sebenarnya mereka juga bisa melakukannya asal ada kerja keras.
Tulisan Stephen Covey mendorong agar orang-orang memiliki habit yang positif, betapa powerful-nya bekerja dengan girah nurani. “WORK-HEART”, NOT “WORK-HARD”
Inilah yang dikatakan Muhammad Yunus ketika diwawancara khusus oleh Stephen Covey. “Saya meninggalkan pola pikir seekor burung, yang memungkinkan kita melihat segala-galanya jauh dari atas, dari langit. Saya mulai melakukan pandangan seekor cacing, yang berusaha mengetahui apa saja yang terpapar persis didepan mata saya – mencium baunya, menyentuhnya dan melihatnya apakah ada sesuatu yang bisa saya lakukan.”
Apa yang dilakukan yunus disini dapat dijadikan pelajaran berharga buat kita semua. Yang kelihatan aneh itu bukanlah melulu sesuatu yang keliru. Barangkali itulah awal bagi sesuatu yang baru yang berlalu dimasa depan. Ketika konsepnya itu dia teruskan kepada bank milik pemerintah, semuanya menolak. Tetapi ia tidak menyerah,”Saya selalu mempercayai apa yang bisa saya lihat, sementara mereka hanya percaya pada apa yang telah mereka percayai, pada pengetahuan umum,”ujarnya. Dan itu benar-benar terjadi.
”Pada saat menerima pembayaran, saya menjadi semakin bersemangat dan saya tunjukkan kepada pemerintah. Tapi mereka pada umumnya telah dididik dengan pemahaman bahwa orang miskin tidak layak memperoleh pinjaman dan tidak dapat mengembalikannya. Mereka dibutakan oleh pemahaman pengetahuan mereka sendiri. Dan ketika uang itu saya setorkan kepada penjamin, mereka menasehati saya. Hati-hati, itu cuma awalnya saja, kata mereka, nanti begitu pinjamannya besar, mereka akan mengemplang, kata mereka lagi. Nyatanya tidak demikian.”
Kini sesuatu telah berubah, berkat terobosan Muhammad Yunus, Micro Finance telah diterima diseluruh dunia dan sekarang sudah ada lebih dari 100 negara yang mengadopsi sistem ini. Mereka semua datang ke Bangladesh, ke Garmeen Bank untuk belajar memberdayakan rakyat miskin.
Keterbukaan terhadap hal yang sehari-hari kita lihat, kita alami, kita pelajari adalah modal awal yang penting untuk sebuah proses perubahan. Jangan heran kalau mereka-mereka yang berpola pikir seekor burung tadi akan menentang dan merasa aneh terhadap setiap upaya pembaharuan.


Read More..

7 komentar:

the beauty of riau mengatakan...

Betapa mulia hatinya, awalnya utk menolong orang miskin, akhirnya banknya sekarang sudah go internasional. jujur bang saya dah niat utk postingan kaya gini di bankirs corners duluan bang epi. new branded nih bang, lebih menarik blognya bang, tetap semangat ngeblog ya bang, dan yang penting share be happy kata andri wongso,

eppie - cool, mengatakan...

RE - COPY aja RE - CODE nya hab, gratis kok, lumayan buat library mumpung udah jadi rangkuman....

bunga raya mengatakan...

kemuliaan hati cerminana dari orang yang berbudi pekerti

the beauty of riau mengatakan...

saya mau buat tulisan bang mengenai Menggagas Konsep & Model “MODAL SOSIAL” Bangsa Untuk Menjawab Tantangan SEKTOR RILL & UKM tunggu kehadirannya di http://briaupasarkerinci.blogspot.com

the beauty of riau mengatakan...

tulisan bang epi ini saya linkkan alamatnya bang epi di forum bisnis dan forum perbankan di yahoogeocities dan facebook, semoga mendapat feedback komen bang.,

attayaya mengatakan...

yupp bener tuh
cara kerja muhammad yunus bisa diterapkan di Indonesia dengan cara seperti koperasi simpan pinjam.
bedanya muhammad yunus bekerja sendiri dan perhatiannya terhadap rakyat kecil sangatlah besar
koperasi bekerja bersama untuk kepentingan anggota

Dinoe mengatakan...

Mantap and keren nih postingannya...